Ciri Khas Budaya Indonesia
(Berkepribadian Pancasila)
Hubungan
Antara Pancasila Dengan Keanekaragaman Budaya di Indonesia
Indonesia memiliki budaya yang unik dan
berbeda-beda. Namun tanpa alat pemersatu bangsa yaitu Pancasila, maka perbedaan
tersebut akan membuat bangsa Indonesia terpecah belah. Oleh karena itu
Pancasila dijadikan sebagai paradigma pengembangan kebudayaan Indonesia.
Artinya, Pancasila dijadikan asumsi-asumsi dasar dalam pengembangan kebudayaan
Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan inti kebudayaan Indonesia yang
mengandung nilai-nilai budaya Indonesia.
Pancasila
Inti Kebudayaan Indonesia
Dalam artinya yang lengkap kebudayaan
adalah keseluruhan pikiran, karya dan hasil karya manusia sebagai anggota
masyarakatnya yang tidak berakar pada nalurinya dan hanya dapat dikuasai atau
dihasilkannya dalam suatu proses belajar. Dalam arti ini kebudayaan adalah
ungkapan kehidupan manusia dan masyarakatnya yang mengolah alam lingkungannya
untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dan mencakup segala
perbuatan manusia. Dengan demikian kebudayaan bukanlah semata-mata sekumpulan
barang dan karya kesenian, buku, bangunan dan lain sebagainya, melainkan juga
dan pertama-tama kegiatan manusian membuat alat-alat dan benda-benda tersebut,
adat-istiadat, tata cara, cara mengasuh anak, sistem-sistem sosial,
pranata-pranata sosial dan lain sebagainya. Termasuk pula kegiatan manusia
mengadakan pembaruan-pembaruan di segala bidang guna meningkatkan mutu
hidupnya. Ciri khasnya ialah kemampuan manusia untuk belajar dan menemukan
sesuatu baru demi perbaikan hidupnya. Oleh sebab itu kebudayaan dapat dibatasi
sebagai keseluruhan penemuan manusia demi perbaikan hidup manusiawi. Kebudayan
harus selalu mempunyai nilai hidup, artinya harus selalu mengabdi kepada
kehidupan manusiawi. Dalam rangka meningkatkan mutu hidup itu, manusia
menciptakan teknik-teknik dan organisasi-organisasi termasuk negara untuk
meningkatkan efisiensi kerja guna mencapai hasil sebanyak mungkin dengan tenaga
yang tersedia. Manusia selalu berusaha memperbaiki keduanya itu dalam
pembaruan-pembaruan dan penemuan-penemuan baru.
Setiap kebudayaan terdiri atas banyak
unsur yang biasa dibagi dalam tujuh kelompok yang disebut universalia budaya
(cultural universals) karena bersifat universal, yaitu peralatan dan
perlengkapan hidup manusia atau teknologi, mata pencarian dan sistem-sistem
ekonomi,sistem-sistem sosial, bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi
termasuk moralnya. Berkat semuanya itu manusia dapat hidup aman dan
mengembangkan dirinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir batinnya.
Dalam penjelasan pasal 32 UUD 1945
ditandaskan bahwa “kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah
usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya.” Dengan perkataan lain, subyek
kebudayaan nasional Indonesia adalah seluruh bangsa Indonesia, bukan suku
bangsa ini atau suku bangsa itu. Secara tersirat itu berarta bahwa kebudayaan
nasional Indonesia baru muncul dengan terbentuknya bangsa Indonesia. Sebelumnya
yang ada ialah kebudayaan-kebudayaan daerah. Dengan demikian kebudayaan
nasional Indonesia masih muda dan sedang pada tahap penyusunan dan
pengembangan, biarpun unsur-unsurnya sudah tua. “Kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia
terhitung sebagai kebudayaan bangsa,” demikian penjelasan pasal 32 UUD 1945
tersebut lebih lanjut. Artinya, kebudayaan nasional Indonesia terdiri atas
unsur-unsur kebudayaan daerah yang dapat dinilai sebagai puncak-puncaknya.
Unsur-unsur yang baik diambil alih dan dikembangkan, sedangkan unsur-unsur yang
kurang baik secara berangsur-angsur disingkirkan. Dalam GBHN 1978 ditetapkan
sehubungan dengan Wawasan Nusantara : “ Bahwa Budaya Indonesia pada hakekatnya
adalah satu; sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan
Budaya Bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan Budaya Bangsa
seluruhnya.” Dengan demikian kebudayaan nasional Indonesia adalah bhineka
tunggal ika, satu tetapi beraneka ragam.
Nilai-nilai moral yang tekandung dalam
Pancasila adalah bagian inti kebudayan nasional Indonesia itu. Moral Pancasila
bukanlah semata-mata satu bagian di samping bagian-bagian lain kebudayaan kita,
melainkan bagian inti dan jiwanya. Moral Pancasila mengarahkan
kebudayaan kita pada tujuannya dan memberikan dimensi manusiawi kepadanya.
“Bentuk-bentuk kebudayaan sebagai pengejawantahan Pribadi Manusia Indonesia
harus benar-benar menunjukkan nilai hidup dan makna kesusilaan yang dijiwai Pancasila,”
demikian ditetapkan dalam GBHN 1978 tersebut. Berkat peranan Pancasila itu
kebudayaan nasional Indonesia akan dapat memegang peranan yang diharapkan,
yaitu sebagai panglima kehidupan bangsa Indonesia. Dalam arti ini
kebudayaan nasional dapat berfungsi sebagai strategi kehidupan masyarakat dan
negara Indonesia dan secara demikian menjamin tercapainya tujuan-tujuan
nasional kita.
Pancasila
Dasar Pengembangan Kebudayaan
Oleh sebab itu Moral Pancasila adalah
juga dasar atau landasan ideal pengembangan kebudayaan nasional Indonesia.
Sesuai dengan itu dalam GBHN 1978 “Kebudayaan nasional terus dibina atas dasar
norma – norma Pancasila dan diarahkan pada penerapan nilai – nilai yang tetap
mencerminkan kepribadian bangsa dan meningkatkan nilai – nilai luhur”.
Pertama – tama hal itu berarti
bahwa Moral Pancasila merupakan pedoman
evaluasi dan seleksi atau penyaringan unsur- unsur budaya yang
digunakan untuk menyusun dan mengembangkan kebudayaan kita. Unsur – unsur dari
kebudayaan daerah yng bertentangan dengan Pancasila harus ditolak dan
disingkirkan secara berangsur – angsur, sedangkan unsur – unsurnya yang sesuai
dengan sila – silanya dipelihara dan dikembangkan. Oleh sebab itu ditandaskan
dalam GBHN bahwa “perlu ditiadakan dan dicegah nilai – nilai sosial budaya yang
bersifat feudal dan kedaerahan yang sempit”. Hal itu juga berlaku bagi unsur –
unsur kebudayaan – kebudayaan asing. Dalam pembentukan kebudayaan nasional
Indonesia kita harus terbuka. Dalam penjelasan pasa 32 UUD1945 ditandaskan
bahwa usaha kebudayaan kita “tidak menolak bahan – bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”. Dengan
perkataan lain, kita harus menolak unsur – unsur yang bertentangan dengan
Pancasila tetapi bersedia menyerap unsur – unsur positif yang sesuai dengan
sila – silanya. Sehubungan dengan itu dalam GBHN 1978 ditandaskan “Dengan
tumbuhnya kebudayaan nasional yang berkeribadian dan berkesadaran maka
sekaligus dapat ditanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negatif, sedang di
lain pihak ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk menyaring dan menyerap nilai
– nilai dari luar yang positif dan yang memang diperlukan bagi
pembaharuan dalam proses pembangunan.
Semuanya itu berarti bahwa kita harus
terbuka untuk akulturasi. Dari sejarah kita tahu bahwa kebudayaan yang
menutup dirinya dan menolak pertukaran dengan kebudayaan – kebudayaan lain
biasanya macet dan ketinggalan jaman. Akulturasi adalah perlu bagi setiap kebudayaan,
tidak hany untuk berkembang tetapi juga untuk bertahan. Pancasila adalah hasil
akulturasi serupa itu seperti ditandaskan oleh Presiden Soeharto pada Hari
Ulang Tahun ke-24 Parkindo di Surabaya tanggal 15 Nopember 1969: “Pancasila
sebenarnya bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui
proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan Bangsa kita sendiri,
melihat pengalaman bangsa – bangsa lain, diilhami oleh ide – ide besar dunia,
dengan tetap berakar pada kepribadian Bangsa kita sendiri dan ide besar Bangsa
kita sendiri”. Dengan perkataan lain, Pancasila adalah pusaka lama yang tumbuh
dari jiwa dan kebudayaan bangsa Indonesia, tetapi telah berkembang di bawah
ilham ide – ide besar dunia sehingga dapat menjadi dasar falsafat negara
modern, lagi pula berfungsi sebagai pangkal pembaruan lebih lanjut untuk
membangun masadepan bangsa yang lebih baik. Pancasila menolak pendirian sempit
yang enggan mengambil unsur – unsur asing, tetapi juga menolak pendirian
ekstrem lainnya, yang terlalu bersemangat untuk meniru segala sesuatu yang
dating dari dunia Barat dan mengacaukan modernisasi dengan westernisasi. Hal
ini ditandaskan oleh Presiden Soeharto pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun
ke-25 Univesitas Gajah Mada tanggal 19 Desember 1974 sebagai berikut: “Dan jika
dikatakan bahwa pembangunan memerlukan pembaharuan, maka pembaharuan”
Nilai-Nilai
Kebudayaan yang Terkandung Dalam Sila-Sila Pancasila
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai –
nilai Pancasila itu memenuhi kriteria puncak – puncak kebudayaan dengan segala
fungsinya. Nilai pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa jelas sangat luas
persebarannya di kalangan masyarakat Indonesia yang majemuk dengan
keanekaragaman kebudayaannya. Dapat dikatakan bahwa tidak satupun suku bangsa
ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Mengenai sila
kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab juga merupakan nilai budaya yang
dijunjung tinggi oleh segenap warga negara Indonesia tanpa membedakan asal –
usul kesukubangsaan, kedaerahan maupun golongannya.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia
juga merupakan salah satu puncak kebudayaan yang mencerminkan nilap budaya yang
menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan Nusantara untuk
mempersatukan diri mereka sebagai satu bangsa yang berdaulat.
Sila keempat, Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan menceminkan
nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia
yang menghargai tinggi kedaulatan rakyat untuk melakukan kesepakatan dalam
mencari kebijaksanaan lewat musyawarah. Nilai-nilai budaya yang menghargai
kepentingan kolektif lebih tinggi daripada kepentingan individu itu merupakan
gejala yang universal dan relevan sebagai kendali dalam menghadapi perkembangan
nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan.
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia tidak perlu dijelaskan lagi, betapa sesungguhnya
nilai-nilai keadilan itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat
perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan,
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Dengan demikian jelaslah bahwa Pancasia itu.harus diperlukan bukan sekedar sebagai ideologi politik, melainkan sebagai nilai
budaya inti (core value) yang menjiwai kehidupan dan berfungsi sebagai motor
serta symbol pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk Indonesia yang sedang mengalami
perkembangan. Sebagai perangkat nilai inti, Pancasila tidak hanya akan
berfungsi sebagai kerangka acuan bagi segenap warga negara dalam menghadapi
tantangan, melainkan juga sebagai kendali yang mengikat arah perkembangan
kebudayaan agar tidak terlepas dari akarnya. Sementara itu sebagai simbol
pengikat persatuan, Pancasila yang terwujud sebagai konfigurasi perangkat nilai
budaya inti yang diyakini kebenarannya sebagai acuan bersama, mempunyai
kekuatan integratif dalam masyarakat majemuk yang mempunyai aneka ragam latar
belakang kebudayaan. Oleh karena itu ia harus diwujudkan secara nyata dalan
pengembangan kebudayaan bangsa yang akan berfungsi sebagai acuan bagi
masyarakat dalam menyelanggarakan kehidupan sehari-hari maupun dalam menggapai
tantangan kemajuan.
Mengingat arti pentingnya Pancasila
sebagai kerangka acuan yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, ia harus
“dilestarikan” secara aktif melalui proses pendidikan dalam arti luas. Nilai –
nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh (integrated value) harus
diutamakan dan dikukuhkan dalam kehidupan masyarakat sehari – hari dan bukannya
untuk dihafalkan unsure – unsurnya secara lepas, apabila dipuja – puja sebagai
sesuatu yang sakti. Perlakuan nilai – nilai inti Pancasila secara lepas hanya
akan memicu fanatisme dan memancing konflik sosial, politik dan kebudayaan yang
semakin tajam dikalangan masyarakat majemuk yang cenderung memilih pengutamaan
salah satu nila inti sebagai simbol integratif kelompok sosial masing – masing.
Sementara itu pemuja Pancasila sebagai rumusan etos budaya bangsa yang sakti
atau sacral, hanya akan menambah jauh nilai – nilai budaya inti dari kehidupan
nyata para pendukungnya. Oleh karena itu Pancasila harus diterjemahkan sebagai
kerangka acuan bagi perkembangan pranata sosial dan pengembangan sikap serta
pola tingkah laku masyarakat dalam menghadapi tantangan hidup yang penuh
dinamika.
Silahkan anda berkomentar dengan sopan, semua saran dan kritikan sangat dibutuhkan untuk kemajuan blog ini karena itu saya sangat mengharapkannya
EmoticonEmoticon